Sulaiman al-Qanuni Versi Sejahrawan Muslim dan
Orientalis
Senin, 01 Juni 2015 - 14:49 WIB
Orientalis seperti Colin Imber
mencitrakan kepada pembacanya bahwa dinasti Ottoman cenderung buruk, seolah
memilih melahirkan keturunan dari para Selir budak
![]() |
| Ilustrasi |
DI
PENGHUJUNG tahun 2014 kita disibukkan dengan polemik terkait penayangan
serial film King Suleiman. Film yang di Turki dilarang tayang oleh Reccep
Tayyip Erdogan, justru di
Indonesia, tetap ditayangkan.
Indonesia, tetap ditayangkan.
Sekilas bila
melihat cuplikan thriller-nya, kesan yang muncul ialah gambaran Seorang
Sulaiman al-Qanuni yang dikelilingi harem tidak berjilbab, berpakaian vulgar
yang menonjolkan keseksian belaka. Wajar apabila seorang Ustad Yusuf Mansyur
tidak diam.
Melalui akun twitternya Yusuf menulis, “Shalat sunnah hajat 2 rokaat, & doain supaya penayangan film king Suleiman segera dicabut”. [Baca: ANTV, Jodha Akbar dan Sultan Sulaiman ]
Melalui akun twitternya Yusuf menulis, “Shalat sunnah hajat 2 rokaat, & doain supaya penayangan film king Suleiman segera dicabut”. [Baca: ANTV, Jodha Akbar dan Sultan Sulaiman ]
Sejumlah
petisi juga dibuat pengguna sosial media dan internet (netizen) mendesak
penayangan film ini dihentikan. Tak tanggung-tanggung, di laman petisi online, Change.org,
sedikitnya 4 petisi dibuat. Tuntutan petisi diantaranya meminta stasiun ANTV
menghentikan tayangan serial televisi King Suleiman hingga meminta pemerintah
untuk menghukum stasiun televisi yang menayangkannya (solopos.com, 24 Desember
2014).
Tulisan saya
kali ini juga merupakan bentuk “protes” sekaligus pelurusan sejarah. Agar yang
membaca menjadi paham siapa sejatinya sosok Sulaiman al-Qanuni. Jangan sampai
keluarga dekat saya, termasuk orang tua, sahabat dan teman-teman yang sekiranya
masih awam di bidang sejarah; menelan mentah-mentah kisah dalam film tidak
bermutu tersebut. Singkatnya, saya tidak ingin mereka punya kesimpulan bahwa
seorang pemimpin besar Imperium Turki Usmani suka gonta-ganti perempuan seperti
putra Sang Fajar.
Perspektif
Sejahrawan Muslim
Dalam banyak
buku sejarah, khususnya terkait Ottoman studies yang ditulis para sejahrawan
Muslim akan di temukan tentang Sulaiman al-Qanuni. Ia ditahbiskan bersama Salim
I bin Beyzid (w. 1519M) sebagai khalifah terkuat.
Salim I
dikenang sebagai khalifah yang menundukkan Shafawiyah (Syiah) yang bersekutu
dengan penjajah Portugis menghadapi kaum muslimin (Ahmad al-Usairy, Sejarah
Islam, 2008, hal 363).
Sulaiman
al-Qanuni dilahirkan di kota Trabzun. Saat itu ayahnya sedang menjadi Gubernur
di wilayah tersebut. Beliau naik ke singgasana kekuasaan pada saat baru berusia
26 tahun. Sulaiman ini tipikalnya bukan orang yang terburu-buru dalam semua
tindakan dan mengambil keputusan. Bila telah mengambil keputusan, maka beliau
tidak akan pernah menarik keputusan yang sudah diambil (Ali Muhammad
ash-Shalabi, hal 261).
Sulaiman
al-Qanuni bukan hanya terkenal di daratan Turki usmani, akan tetapi pada awal
abad ke 16 ia adalah Kepala Negara yang paling terkenal di dunia. Dosen UIN
Yogyakarta, M. Abdul Karim menulis, “ia seorang penguasa yang Saleh. Mewajibkan
rakyatnya Sholat 5 waktu dan berpuasa di Bulan Romadhon, jika ada yang
melanggar tidak hanya dikenai denda namun juga sangsi badan”. Sulaiman ini juga
berhasil menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Turki (M. Abdul Karim, Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam, hal 314).
Satu lagi,
ketika di Eropa terjadi pertentangan antara Katolik dan Protestan, non Muslim
yang lari untuk minta suaka politik kepada Khalifah Sulaiman. Mereka diberi
kebebasan dalam memilih agama dan diberi tempat di Turki Usmani. Jadi, disaat
Katolik Roma dan Protestan mendzalimi pemeluknya, maka Sulaimanlah yang paling
adil terhadap rakyatnya meskipun ada yang tidak beragama Islam.
Keberanian seorang Sulaiman al-Qanuni tak perlu diragukan lagi. Beliau terlibat dalam perang-perang besar yang ia pimpin sendiri. Tidak mau menyerahkan kepada panglima Perangnya. Hal itulah yang membuat segan seluruh raja-raja Eropa ketika itu, sampai-sampai raja Perancis Frans I pernah minta bala bantuan kepada Sulaiman (Hamka, Sejarah Umat Islam, hal 559). Sepanjang kepemimpinannya, Sulaiman al-Qanuni menguasai Beograd, semenanjung Krym hingga ibukota Wina, Austria. Beliau juga berhasil menaklukkan Hungaria dan sebagaian besar wilayah-wilayah Arab.
Keberanian seorang Sulaiman al-Qanuni tak perlu diragukan lagi. Beliau terlibat dalam perang-perang besar yang ia pimpin sendiri. Tidak mau menyerahkan kepada panglima Perangnya. Hal itulah yang membuat segan seluruh raja-raja Eropa ketika itu, sampai-sampai raja Perancis Frans I pernah minta bala bantuan kepada Sulaiman (Hamka, Sejarah Umat Islam, hal 559). Sepanjang kepemimpinannya, Sulaiman al-Qanuni menguasai Beograd, semenanjung Krym hingga ibukota Wina, Austria. Beliau juga berhasil menaklukkan Hungaria dan sebagaian besar wilayah-wilayah Arab.
Di zaman
Sulaimanlah disusunlah Undang-Undang Turki Usmani. Oleh karena itu beliau di
gelari “al-Qanuni”. Begitu juga armada angkatan Laut Turki, Sulaimanlah yang
membangunnya, dibawah pimpinan Laksmana Khairuddin Pasha, yang lebih dikenal
dengan Barbarosa (si Janggut Merah). Khairuddin dulunya seorang bajak laut
Yunani yang dibawa ayahnya datang mengabdi kepada Khalifah. Keahliannya
dibidang kelautan membuatnya dipercaya Khalifah sehingga suatu hari mampu
menaklukkan Afrika Utara (Hamka, hal 559-560).
Banyak
peninggalan-peninggalan Sulaiman al-Qanuni yang dapat kita kenang. Tahun 1550
M, Sulaiman al-Qanuni mendirikan Masjid baru di Edirne yang dihiasi 4 menara
yang tinggi. Masjid itu diberi nama “Masjid Sulaiman”. Selain masjid Sulaiman,
didirikan pula 81 buah Masjid Jami’, 52 buah Masjid kecil, 55 buah Madrasah, 7
buah asrama besar untuk mempelajari al-Quran, 5 buah takiyah (tempat memberi
makan fakir miskin), 2 bangunan Rumah sakit, 7 buah Jembatan, 33 buah Istana, 5
buah Museum dan 33 Pemandian umum (hammam). Semua ini diarsiteki oleh Mimar
Sinan. Menurut Hamka, Sinan bukan hanya ahli desain bangunan, melainkan juga
ahli “khat” yaitu tulisan yang indah-indah yang kerap menjadi hiasan
masjid-masjid (Hamka, hal 560-601).
Perspektif
Orientalis
Bila pernah
bermain game “The Age of Empire III”, disitu terdapat sosok Sulaiman
yang digelari orang Barat dengan “the Magnificent”. Di game tersebut,
Sulaiman punya pasukan elit khusus yang bernama “Janissary” atau “Yenicheri”.
Menurut Stephen Turnbull, beliau naik ke singgasana kekuasaan ketika berumur 25
Tahun. Sayangnya, Turnbull tidak mencantumkan referensi soal umur ini (Stephen
Turnbull, 2003, hal 45).
Selama 46
tahun berkuasa, Sulaiman al-Qanuni memperluas imperiumnya di timur Anatolia,
Iraq, laut merah, hingga Hungaria. Beberapa wilayah ini lebih memberi
keuntungan dari segi pertahanan ketimbang ekonomi. Tetapi keseluruhan wilayah
yang ditaklukkannya memperkuat status Sulaiman sebagai penguasa salah satu
kerjaaan terbesar di kala itu (Colin Imber, 2012, hal 82-83).
Colin Imber juga
menulis bahwa di dalam struktur dinasti Ottoman, Sultan dibolehkan menikah
sampai empat wanita sekaligus, bahkan Colin menyebut ada aturan yang
mengijinkan laki-laki untuk memiliki hubungan seksual dengan budak-budak wanita
sebanyak yang ia mampu miliki. Lebih lanjut Colin menyebut kebanyakan sultan
Ottoman berasal dari ibu budak dan tampuk kepemimpinan hanya diturunkan dari
garis laki-laki saja. Colin juga menyinggung keberadaan Harem di dalam istana
yang dijaga para Kasim. Harem dapat memegang memegang satu kekuatan politik,
tetapi ia tidak terlihat dari dunia luar (Colin Imber, 2012, hal 119-120).
Dalam pembahasan tentang Harem, sama sekali tidak membicarakan sosok Sulaiman
yang suka ganti-ganti Harem seperti dalam film King Suleiman.
Sosok
Sulaiman al-Qanuni ditampilkan dalam buku Colin Imber sebagai pemimpin yang
tidak konsisten dengan aturan yang dibuat. Misal antara abad 14 dan abad 16
muncul tradisi untuk membatasi satu anak-laki-laki yang lahir dari istri raja.
Ketika istri raja telah melahirkan seorang keturunan laki-laki, ia tidak akan
pernah lagi tidur bersama raja. Realitanya tahun 1521 M, ketika Sulaiman
al-Qanuni mempunyai satu-satunya anak laki-laki bernama Mustafa, yang ibunya
merupakan seorang budak yang bernama Mahidrevan.
Di Tahun
yang sama, Sulaiman dikatakan punya anak laki-laki bernama Mehmed, dari ibu
bernama Roxelana. Harusnya menurut aturan di Ottoman, Sulaiman tidak boleh
melakukan hubungan seksual lagi bila ada istrinya telah melahirkan anak
laki-laki. Colin menambahkan, sejak zaman Hurrem (seorang selir budak yang
dicintai Sulaiman), terjadi perubahan pola struktur kekeluargaan. sangat biasa
seorang selir melahirkan lebih dari satu anak (Colin Imber, 2012, hal 122-125).
Kesimpulan
Sosok
Sulaiman al-Qanuni di buku-buku Sejarah yang ditulis oleh sejahrawan Muslim
sama sekali tidak membahas aspek Harem di dalam istana. Mayoritas menguak
secara dalam keluhuran akhlak Sulaiman al-Qanuni, kebijakan beliau terhadap
pencari suaka hingga peninggalan-peninggalan berharga dalam bentuk monument
atau bangunan-bangunan megah. Sedangkan pihak orientalis, mereka fokus pada
peperangan yang dimenangkan oleh Sulaiman “the Magnificent”.
Orientalis
seperti Colin Imber mencitrakan kepada pembacanya bahwa dinasti Ottoman
cenderung memilih melahirkan keturunan dari para Selir budak. Bahkan soerang
Sulaiman pun dilukiskan sebagai sultan yang tidak konsisten terhadap
tradisi/aturan yang telah dibuatnya. Hemat saya, hendaknya sebagai Muslim
merujuk pada buku-buku karangan Sejahrawan Muslim. Karena mereka lebih dapat
dipercaya dan obyektif. Wallahu’allam bishowab.*
Banyak
peninggalan-peninggalan Sulaiman al-Qanuni yang dapat kita kenang. Di
antaranya, Masjid di Edirne yang dihiasi 4 menara yang dibangun Tahun 1550 M



0 komentar:
Posting Komentar