Biografi
“Umar bin Abdul Aziz" ( عمر بن عبد العزيز)
![]() |
| ilustrasi |
Abu Hafzah bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam
bin Abil ash bin Umayyah al-Quraisy, begitulah nama asli beliau. Beliau adalah
seorang Khulafaur Rasyidin dan seorang tabi’in yang di segani pada masanya dan
dia mempunyai gelar umar II karna karismanya yang menyerupai Umar ibn
Al-Khattab dan masih ada hubungan keturunan dengan beliau, ia menjadi kepala nagara
yang adil dan sekaligus menjadi ulama yang alim. Beliau dilahirkan di Mesir di
daerah Halwan pada waktu ayahnya menjadi Amir disitu pada tahun 61 H.
Semasa kecil ia telah hapal al-Qura’an,
kemudian ia dikirim ke Madinah oleh ayahnya untuk belajar. Ia belajar al-Qur’an
dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Ibnu Mas’ud. Umar dibesarkan di
Madinah, di bawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak.
Ia tinggal di sana sampai kematiannya ayahnya, dimana kemudian ia dipanggil ke
Damaskus oleh Abdul-Malik dan menikah dengan anak perempuannya Fatimah. Ayah
mertuanya kemudian segera meninggal dan ia diangkat pada tahun 706 sebagai
gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid I
Hadits-hadits beliau (Umar bin Abdul Aziz) di
terima oleh para Tabi’in diantaranya adalah Abu Salamah bin Abdurahman, Abu
Bakar Muhammad bin Amr bin Hazm, az-Zuhry, Muhammad bin al-Munkadir, Humaid
ar-Thawil dan lain lain.
Tidak seperti sebagaian besar penguasa pada
saat itu, Umar membentuk sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya
menjalankan pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh
berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dimana keluhan-keluhan resmi ke
Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah, sebagai tambahan banyak
orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur
mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf. Hal tersebut menyebabkan kemarahan
Al-Hajjaj, dan ia menekan al-Walid I untuk memberhentikan Umar. al-Walid I
tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj dan memberhentikan Umar dari jabatannya. Tetapi
sejak itu, Umar sudah memiliki reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada
masa itu.
Pada era Al-Walid I ini juga tercatat tentang
keputusan khalifah yang kontroversial untuk memperluas area di sekitar masjid
Nabawi sehingga rumah Rasulullah ikut direnovasi. Umar membacakan keputusan ini
di depan penduduk Madinah termasuk ulama mereka, Said Al Musayyib sehingga
banyak dari mereka yang mencucurkan air mata. Berkata Said Al Musayyib:
"Sungguh aku berharap agar rumah Rasulullah tetap dibiarkan seperti apa
adanya sehingga generasi Islam yang akan datang dapat mengetahui bagaimana
sesungguhnya tata cara hidup beliau yang sederhana
Seluruh umat Islam berkumpul di dalam masjid
dalam keadaan bertanya-tanya, siapa khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah
mengumumkan, "Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz, sesungguhnya nama
engkaulah yang tertulis dalam surat ini".
Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata,
"Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa
bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku
mencabut bai'at yang ada dileherku dan pilihlah siapa yang kalian
kehendaki".
Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah
dan Umar menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan
tangisan. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke
rumah.
Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang
tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan
setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk
tidur.
Pada saat itulah anaknya yang berusia 15
tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang
engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?".
Umar menjawab, "Wahai anakku, ayahmu letih
mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan
seperti ini".
"Jadi apa yang akan engkau perbuat wahai ayah?", Tanya anaknya
ingin tahu.
Umar membalas, "Ayah akan tidur sebentar
hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk shalat bersama
rakyat".
Dan ternyata ketika putranya mengetahui
ayahnya Amirul Mukminin yang baru, anaknya pun berkata “Ayah, siapa pula yang
menjamin ayah masih hidup sehingga waktu zuhur nanti sedangkan sekarang adalah
tanggung jawab Amirul Mukminin mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” Umar
ibn Abdul Aziz terus terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, beliau
memanggil anaknya mendekati beliau, dan beliau mengecup kedua belah mata
anaknya sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari
keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku”
Umar bin
Abdul-Aziz wafat disebabkan oleh sakit akibat diracun oleh pembantunya. Umat
Islam datang berziarah melihat ke lemahan hidup khalifah sehingga ditegur oleh
menteri kepada isterinya, "Gantilah baju khalifah itu",
dibalas isterinya, "Itu saja pakaian yang khalifah miliki".
Apabila beliau
ditanya “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau mau mewasiatkan sesuatu kepada
anak-anakmu?”
Umar Abdul Aziz
menjawab: "Apa yang akan aku berikan? Aku tidak memiliki apa-apa"
"Mengapa
engkau tinggalkan anak-anakmu dalam keadaan tidak memiliki?"
"Jika
anak-anakku orang soleh, Allah lah yang menguruskan orang-orang soleh. Jika
mereka orang-orang yang tidak soleh, aku tidak mau meninggalkan hartaku di
tangan orang yang mendurhakai Allah lalu menggunakan hartaku untuk mendurhakai
Allah"
Pada waktu lain,
Umar bin Abdul-Aziz memanggil semua anaknya dan berkata: "Wahai
anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama :
menjadikan kamu semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka, kedua: kamu miskin
seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga. Sesungguhnya wahai anak-anakku,
aku telah memilih surga." Anak-anaknya ditinggalkan tidak berharta
dibandingkan anak-anak gubernur lain yang kaya. Setelah kejatuhan Bani Umayyah
dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul-Aziz adalah golongan yang
kaya berkat doa dan tawakkal Umar bin Abdul-Aziz. Beliau wafat pada tahun 101 H



0 komentar:
Posting Komentar